BUDAYA DAN AGAMA
A.PENGERTIAN BUDAYA
Budaya atau kebudayaan
berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa
Inggris, kebudayaan disebut culture,
yang berasal dari kata Latin Colere,
yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah
atau bertani. Pengertian kebudayaan
Kebudayaan
sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw
Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung
keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta
keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi
segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu
masyarakat.
Menurut
Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di
dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat.
Menurut
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya,
rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai Definisi Kebudayaan Menurut para Ahli
Berikut ini
definisi-definisi kebudayaan yang dikemukakan beberapa ahli:
1. Edward B. Taylor
Kebudayaan
merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt istiadat, dan kemampuan-kemampuan
lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
2. M. Jacobs dan B.J.
Stern
Kebudayaan
mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi social, ideologi, religi,
dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan social.
3. Koentjaraningrat
Kebudayaan
adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan relajar.
4. Dr. K. Kupper
Kebudayaan
merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam
bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok.
5. William H.
Haviland
Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki
bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para
anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di tarima
ole semua masyarakat.
6. Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan
berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh
kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk
mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya
guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib
dan damai.
7. Francis Merill
·
Pola-pola perilaku yang di hasilkan oleh interaksi social
·
Semua perilaku dan semua produk yang dihasilkan oleh sesorang
sebagai anggota suatu masyarakat yang di temukan melalui interaksi simbolis.
8. Bounded et.al
Kebudayaan
adalah sesuatu yang terbentuk oleh pengembangan dan transmisi dari kepercayaan
manusia melalui simbol-simbol tertentu, misalnya simbol bahasa sebagai
rangkaian simbol yang digunakan untuk mengalihkan keyakinan budaya di antara
para anggota suatu masyarakat. Pesan-pesan tentang kebudayaan yang di harapkan
dapat di temukan di dalam media, pemerintahan, intitusi agama, sistem
pendidikan dan semacam itu.
9. Mitchell
(Dictionary of Soriblogy)
Kebudayaan
adalah sebagian perulangan keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia dan produk
yang dihasilkan manusia yang telah memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar
di alihkan secara genetikal.
10. Robert H Lowie
Kebudayaan
adalah segala sesuatu yang di peroleh individu dari masyarakat, mencakup
kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian
yang di peroleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan
masa lampau yang di dapat melalui pendidikan formal atau informal.
11. Arkeolog R.
Seokmono
Kebudayaan
adalah seluruh hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun hanya berupa buah
pikiran dan dalam penghidupan.
isi tersebut, dapat
diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi
tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam
pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat
abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan
oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda
yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,
organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk
membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
B. UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN
Ada beberapa pendapat
ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain
sebagai berikut:
1.
Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur
pokok, yaitu:
·
alat-alat teknologi
·
sistem ekonomi
·
keluarga
·
kekuasaan politik
2.
Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
·
sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para
anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
·
organisasi ekonomi
·
alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk
pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
·
organisasi kekuatan (politik)
C. WUJUD DAN KOMPONEN
Wujud
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan
dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
·
Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
·
Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
·
Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan
kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa
dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan
ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak)
manusia.
Komponen
Berdasarkan wujudnya
tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:
·
Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
·
Kebudayaan
nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
D. PENGERTIAN AGAMA
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau
prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa
atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban.
Definisi
tentang agama dipilih yang sederhana dan meliputi. Artinya definisi ini
diharapkan tidak terlalu sempit atau terlalu longgar tetapi dapat dikenakan
kepada agama-agama yang selama ini dikenal melalui penyebutan nama-nama agama
itu. Untuk itu terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama itu perlu dicari
titik persamaannya dan titik perbedaannya.
Manusia
memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannnya
menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar dirinya. Sesuatu
yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga. Dan sumber
yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri.
Misal Tuhan,
Dewa,
God, Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain atau hanya menyebut
sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige
dll.
Keyakinan ini membawa
manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan dengan cara menghambakan diri
, yaitu :
·
menerima segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan
yakin berasal dari Tuhan
·
menaati segenap ketetapan, aturan, hukum dll yang diyakini berasal
dari Tuhan
Dengan
demikian diperoleh keterangan yang jelas, bahwa agama itu penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam pengertian
agama terdapat 3 unsur, ialah manusia, penghambaan dan Tuhan.
Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian
tersebut dapat disebut agama.
Cara Beragama
Berdasarkan cara
beragamanya :
1.
Tradisional, yaitu cara beragama
berdasar tradisi. Cara ini mengikuti cara beragamanya nenek moyang, leluhur
atau orang-orang dari angkatan sebelumnya. Pada umumnya kuat dalam beragama,
sulit menerima hal-hal keagamaan yang baru atau pembaharuan. Apalagi bertukar
agama, bahkan tidak ada minat. Dengan demikian kurang dalam meningkatkan ilmu
amal keagamaanya.
2.
Formal, yaitu cara beragama
berdasarkan formalitas yang berlaku di lingkungannya atau masyarakatnya. Cara
ini biasanya mengikuti cara beragamanya orang yang berkedudukan tinggi atau
punya pengaruh. Pada umumnya tidak kuat dalam beragama. Mudah mengubah cara
beragamanya jika berpindah lingkungan atau masyarakat yang berbeda dengan cara
beragamnya. Mudah bertukar agama jika memasuki lingkungan atau masyarakat yang
lain agamanya. Mereka ada minat meningkatkan ilmu dan amal keagamaannya akan
tetapi hanya mengenai hal-hal yang mudah dan nampak dalam lingkungan
masyarakatnya.
3.
Rasional, yaitu cara beragama
berdasarkan penggunaan rasio sebisanya. Untuk itu mereka selalu berusaha
memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan pengetahuan, ilmu dan
pengamalannya. Mereka bisa berasal dari orang yang beragama secara tradisional
atau formal, bahkan orang tidak beragama sekalipun.
4.
Metode Pendahulu, yaitu cara beragama
berdasarkan penggunaan akal dan hati (perasaan) dibawah wahyu. Untuk itu mereka
selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan ilmu, pengamalan
dan penyebaran (dakwah). Mereka selalu mencari ilmu dulu kepada orang yang
dianggap ahlinya dalam ilmu agama yang memegang teguh ajaran asli yang dibawa
oleh utusan dari Sesembahannya semisal Nabi atau Rasul sebelum mereka
mengamalkan, mendakwahkan dan bersabar (berpegang teguh) dengan itu semua.
Agama di Indonesia
Artikel utama untuk
bagian ini adalah: Agama di Indonesia
Enam
agama besar yang paling banyak dianut di Indonesia,
yaitu: agama Islam, Kristen
(Protestan)
dan Katolik,
Hindu,
Buddha,
dan Konghucu.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia pernah melarang pemeluk Konghucu melaksanakan
agamanya secara terbuka. Namun, melalui Keppress No. 6/2000, Presiden
Abdurrahman Wahid mencabut larangan tersebut. Tetapi sampai kini masih banyak
penganut ajaran agama Konghucu yang mengalami diskriminasi dari pejabat-pejabat
pemerintah. Ada juga penganut agama Yahudi,
Saintologi,
Raelianisme
dan lain-lainnya, meskipun jumlahnya termasuk sedikit.
Menurut Penetapan
Presiden (Penpres) No.1/PNPS/1965 junto Undang-undang No.5/1969 tentang
Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan agama dalam penjelasannya pasal demi
pasal dijelaskan bahwa Agama-agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk
Indonesia adalah: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
Meskipun demikian bukan berarti agama-agama dan kepercayaan lain tidak boleh
tumbuh dan berkembang di Indonesia. Bahkan pemerintah berkewajiban mendorong
dan membantu perkembangan agama-agama tersebut.
Sebenarnya
tidak ada istilah agama yang diakui dan tidak diakui atau agama resmi dan tidak
resmi di Indonesia, kesalahan persepsi ini terjadi karena adanya SK (Surat
Keputusan) Menteri dalam negeri pada tahun 1974 tentang pengisian kolom agama
pada KTP yang hanya menyatakan kelima agama tersebut. Tetapi SK (Surat
Keputusan) tersebut telah dianulir pada masa Presiden Abdurrahman Wahid karena
dianggap bertentangan dengan Pasal 29 Undang-undang Dasar 1945 tentang
Kebebasan beragama dan Hak Asasi Manusia.
Selain itu,
pada masa pemerintahan Orde Baru juga dikenal Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang
ditujukan kepada sebagian orang yang percaya akan keberadaan Tuhan, tetapi
bukan pemeluk salah satu dari agama mayoritas.
Hubungan Agama-Budaya
Agama,
Budaya dan Masyarakat jelas tidak akan berdiri sendiri, ketiganya memiliki
hubungan yang sangat erat dalam dialektikanya; selaras dalam menciptakan
ataupun kemudian saling menegasikan.
Proses dialektika yang berjalan menurut Berger, dialami agama dengan tiga bentuk. Pertama, energi eksternalisasi yang dimiliki individu dalam bermasyarakat kemudian membentuk sebuah bentuk kedua, Objektivasi atas kreasi manusia dan akhirnya berputar kembali dalam bentuk ketiga, dengan arus informasi yang menginternalisasi kedalam individu-individu.
Dalam dialektika ini, bukan berarti stagnan. Hasil eksternalisasi yang ter-Objektivikasi selalu mengalami perkembangan, manusia tidak pernah puas atas hasil yang telah dicapai. Dalam pandangan yang Idealis atu perspektif, manusia memiliki pengandaian yang normatif yang selalu tidak berhenti dengan satu ciptaan. Ketidak terjebakan manusia dalam imanensi dan selalu berhadapan dengan keabsurdan membuat manusia –dan Agama yang juga berada dalam dialektika ini– akhirnya bersifat dinamis.
Begitu juga budaya, proses dialektika yang dialami bersama Agama tidaklah jauh berbeda bahkan sama. Tiga bentuk; Eksternalisasi, Objektivikasi dan Internalisasi juga merupakan proses bagaimana budaya terbentuk dan bagaimana ia berhubungan dengan Agama.
Proses dialektika yang berjalan menurut Berger, dialami agama dengan tiga bentuk. Pertama, energi eksternalisasi yang dimiliki individu dalam bermasyarakat kemudian membentuk sebuah bentuk kedua, Objektivasi atas kreasi manusia dan akhirnya berputar kembali dalam bentuk ketiga, dengan arus informasi yang menginternalisasi kedalam individu-individu.
Dalam dialektika ini, bukan berarti stagnan. Hasil eksternalisasi yang ter-Objektivikasi selalu mengalami perkembangan, manusia tidak pernah puas atas hasil yang telah dicapai. Dalam pandangan yang Idealis atu perspektif, manusia memiliki pengandaian yang normatif yang selalu tidak berhenti dengan satu ciptaan. Ketidak terjebakan manusia dalam imanensi dan selalu berhadapan dengan keabsurdan membuat manusia –dan Agama yang juga berada dalam dialektika ini– akhirnya bersifat dinamis.
Begitu juga budaya, proses dialektika yang dialami bersama Agama tidaklah jauh berbeda bahkan sama. Tiga bentuk; Eksternalisasi, Objektivikasi dan Internalisasi juga merupakan proses bagaimana budaya terbentuk dan bagaimana ia berhubungan dengan Agama.
Fluiditas
(kelenturan) Budaya-Agama
Saat Budaya ataupun Agama dianggap sebagaian,
manusia terlahir di dunia mau tidak mau harus menerima warisan sebuah ide-ide,
sistem tingkah laku, dan artefak yang sebelumnya telah ada. Berbeda dengan
ketika budaya ataupun agama dimaknai sebagai proses, keduanya dipandang dalam
bentuk kontinyuitas perkembangan, kebangkitan, dan keruntuhan sutau kebudayaan.
Kebudayaan dan Agama sebagai proses adalah realitas yang tidak terhenti satu jejak saja. Fluiditas keduanya merupakan jejak nostalgia dari sebelumnya untuk titik tolak menuju jejak berikut yang bersifat menambahi, merubah atau bahkan meniadakan..
Kebudayaan dan Agama sebagai proses adalah realitas yang tidak terhenti satu jejak saja. Fluiditas keduanya merupakan jejak nostalgia dari sebelumnya untuk titik tolak menuju jejak berikut yang bersifat menambahi, merubah atau bahkan meniadakan..
Kata
"agama" berasal dari bahasa Sansekerta
āgama yang berarti "tradisi".[1]. Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep
ini adalah religi yang berasal dari bahasa
Latin religio dan berakar
pada kata
kerja re-ligare yang
berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang
mengikat dirinya kepada Tuhan.
PERUBAHAN SISTEM NILAI
DAN BUDAYA
A. SISTEM NILAI BUDAYA
Dalam
pergaulan sehari-hari kita menemukan istilah mentalitas.
Mentalitas adlah kemampuan
rohani yang ada dalam diri seseorang, yang
menuntun tingkah laku serta
tindakan dalam hidupnya. Pantulan dalam
tingkah laku itu menciptakan
sikap tertentu terhadap hal-hal serta
orang-orang di sekitarnya.
Sikap mental ini sebenarnya sama saja dengan
sistem nilai budaya (culture
value system) dan sikap (attitude).
Sistem
nilai budaya adalah rangkaian konsep abstrak yang hidup dalam
alam pikiran sebagian besar
suatu warga masyarakat. Hal itu menyangkut
apa dianggapnya penting dan
bernilai. Maka dari itu suatu sistem nilai
budaya (atau suatu sistem
budaya) merupakan bagian dari kebudayaan yang
memberikan arah serta
dorongan pada perilaku manusia. Sistem tersebut
merupakan konsep abstrak,
tapi tidak dirumuskan dengan tegas. Karena
itu konsep tersebut biasanya hanya dirasakan saja, tidak
dirumuskan
dengan tegas oleh warga
masyarakat yang bersangkutan. Itu lah juga
sebabnya mengapa konsep tersebut sering sangat
mendarah daging, sulit
diubah apalgi diganti oleh
konsep yang baru.
Bila
sistem nilai budaya tadi memberi arah pada perilaku dan tindakan
manusia, maka pedomannya
tegas dan konkret. Hal itu nampak dalam
norma-norma, hukum serta
aturan-aturan. Norma-norma dan sebagainya itu
seharusnya bersumber pada,
dijiwai oleh serta merincikan sistem nilai
budaya tersebut.
Konsep sikap bukan lah bagian dari
kebudayaan. Sikap merupakan daya
Dorong dalam diri seorang
individu untuk bereaksi terhadap seluruh
lingkungannya. Bagaimana pun
juga harus dikatakan bahwa sikap seseorang
itu dipengaruhi oleh
kebudayaannya. Artinya, yang dianut oleh individu
yang bersangkutan.
Dengan kata lain, sikap individu yang
tertentu biasanya ditentukan keadaan
fisik dan psikisnya serta
norma-norma dan konsep-konsep nilai budaya yang
dianutnya. Namun demikian
harus pula dikatakan bahwa dalam pengamatan
tentang sikap-sikap
seseorang sulitlah menunjukkan ciri-cirinya dengan tepat
dan pasti. Itu lah juga
sebabnya mengapa tidak dapat menggeneralisasi sikap
sekelompok warga masyarakat
dengan bertolak (hanya) dari asumsi yang umum saja.
B. PENGERTIAN NILAI SOSIAL
Nilai
sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat,
mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat.
Sebagai contoh, orang menanggap menolong memiliki nilai baik, sedangkan mencuri bernilai buruk. Woods
mendefinisikan nilai sosial sebagai petunjuk umum yang telah berlangsung lama,
yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai sosial adalah sebuah konsep abstrak dalam diri manusia
mengenai apa yang dianggap baik dan
apa yang dianggap buruk, indah atau tidak indah, dan benar
atau salah.
Untuk
menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas
harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan
yang dianut masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat
yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai. Contoh,
masyarakat yang tinggal di perkotaan lebih menyukai persaingan karena dalam
persaingan akan muncul pembaharuan-pembaharuan. Sementara pada masyarakat
tradisional lebih cenderung menghindari persaingan karena dalam persaingan akan
mengganggu keharmonisan dan tradisi yang turun-temurun.
Drs. Suparto mengemukakan bahwa nilai-nilai sosial memiliki
fungsi umum dalam masyarakat. Di antaranya nilai-nilai dapat menyumbangkan
seperangkat alat untuk mengarahkan masyarakat dalam berpikir dan bertingkah
laku. Selain itu, nilai sosial juga berfungsi sebagai penentu terakhir bagi
manusia dalam memenuhi peranan-peranan sosial. Nilai sosial dapat
memotivasi seseorang untuk mewujudkan harapan sesuai dengan peranannya.
Contohnya ketika menghadapi konflik, biasanya keputusan akan diambil
berdasarkan pertimbangan nilai sosial yang lebih tinggi. Nilai sosial juga
berfungsi sebagai alat solidaritas di kalangan anggota kelompok
masyarakat. Dengan nilai tertentu anggota kelompok akan merasa sebagai satu
kesatuan. Nilai sosial juga berfungsi sebagai alat pengawas (kontrol) perilaku
manusia dengan daya tekan dan daya mengikat tertentu agar orang berprilaku
sesuai dengan nilai yang dianutnya.
C. CIRI-CIRI
Ciri nilai sosial di
antaranya sebagai berikut.
·
Merupakan konstruksi masyarakat sebagai hasil interaksi antarwarga
masyarakat.
·
Disebarkan diantara warga masyarakat (bukan bawaan lahir).
·
Terbentuk melalui sosialisasi
(proses belajar)
·
Merupakan bagian dari usaha pemenuhan kebutuhan dan kepuasan
sosial manusia.
·
Bervariasi antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang
lain.
·
Dapat mempengaruhi pengembangan diri sosial
·
Memiliki pengaruh yang berbeda antarwarga masyarakat.
·
Cenderung berkaitan satu sama lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar